Sejarah Asal Mula GAM (1)
Lahir karena Penindasan dan Pelecehan Tanah Adat
Putus
sudah harapan damai di Aceh. Sejak kemarin, pemerintah mulai
memberlakukan darurat militer di Aceh. Enam bulan lamanya operasi bakal
dilakukan TNI. Militer diterjunkan untuk melumpuhkan Gerakan Aceh
Merdeka (GAM). Mengapa dan bagaimana lahirnya ''si Anak Nakal'' di Aceh
itu?
BICARA GAM,
mau tak mau, harus bicara kelahiran negara Republik Indonesia. Sebab,
dari situlah kisah gerakan menuntut kemerdekaan dimulai. Lima hari
setelah RI diproklamasikan, Aceh menyatakan dukungan sepenuhnya terhadap
kekuasaan pemerintahan yang berpusat di Jakarta. Di bawah Residen
Aceh, yang juga tokoh terkemuka, Tengku Nyak Arief, Aceh menyatakan
janji kesetiaan, mendukung kemerdekaan RI dan Aceh sebagai bagian tak
terpisahkan.
Pada
23 Agustus 1945, sedikitnya 56 tokoh Aceh berkumpul dan mengucapkan
sumpah. ''Demi Allah, saya akan setia untuk membela kemerdekaan Republik
Indonesia sampai titik darah saya yang terakhir.'' Kecuali Mohammad
Daud Beureueh, seluruh tokoh dan ulama Aceh mengucapkan janji itu. Pukul
10.00, Husein Naim dan M Amin Bugeh mengibarkan bendera di gedung Shu
Chokan (kini, kantor gubernur). Tengku Nyak Arief gubernur di bumi
Serambi Mekah.
Tetapi,
ternyata tak semua tokoh Aceh mengucapkan janji setia. Mereka para
hulubalang, prajurit di medan laga. Prajurit yang berjuang melawan
Belanda dan Jepang. Mereka yakin, tanpa RI, mereka bisa mengelola
sendiri negara Aceh. Inilah kisah awal sebuah gerakan kemerdekaan.
Motornya adalah Daud Cumbok. Markasnya di daerah Bireuen. Tokoh-tokoh
ulama menentang Daud Cumbok. Melalui tokoh dan pejuang Aceh, M. Nur El
Ibrahimy, Daud Cumbok digempur dan kalah. Dalam sejarah, perang ini
dinamakan perang saudara atau Perang Cumbok yang menewaskan tak kurang
1.500 orang selama setahun hingga 1946.
Tahun
1948, ketika pemerintahan RI berpindah ke Yogyakarta dan Syafrudin
Prawiranegara ditunjuk sebagai Presiden Pemerintahan Darurat RI (PDRI),
Aceh minta menjadi propinsi sendiri. Saat itulah, M. Daud Beureueh
ditunjuk sebagai Gubernur Militer Aceh.
Oleh
karena kondisi negara terus labil dan Belanda merajalela kembali,
muncul gagasan melepaskan diri dari RI. Ide datang dari dr. Mansur.
Wilayahnya tak cuma Aceh. Tetapi, meliputi Aceh, Nias, Tapanuli,
Sumatera Selatan, Lampung, Bengkalis, Indragiri, Riau, Bengkulu, Jambi,
dan Minangkabau. Daud Beureueh menentang ide ini. Dia pun berkampanye
kepada seluruh rakyat, bahwa Aceh adalah bagian RI. Sebagai tanda bukti,
Beureueh memobilisasi dana rakyat.
Setahun
kemudian, 1949, Beureueh berhasil mengumpulkan dana rakyat 500.000
dolar AS. Uang itu disumbangkan utuh buat bangsa Indonesia. Uang itu
diberikan ABRI 250 ribu dolar, 50 ribu dolar untuk perkantoran
pemerintahan negara RI, 100 ribu dolar untuk pengembalian pemerintahan
RI dari Yogyakarta ke Jakarta, dan 100 ribu dolar diberikan kepada
pemerintah pusat melalui AA Maramis. Aceh juga menyumbang emas lantakan
untuk membeli obligasi pemerintah, membiayai berdirinya perwakilan RI
di India, Singapura dan pembelian dua pesawat terbang untuk keperluan
para pemimpin RI. Saat itu Soekarno menyebut Aceh adalah modal utama
kemerdekaan RI.
Setahun
berlangsung, kekecewaan tumbuh. Propinsi Aceh dilebur ke Propinsi
Sumatera Utara. Rakyat Aceh marah. Apalagi, janji Soekarno pada 16 Juni
1948 bahwa Aceh akan diberi hak mengurus rumah tangganya sendiri sesuai
syariat Islam tak juga dipenuhi.
Intinya,
Daud Beureueh ingin pengakuan hak menjalankan agama di Aceh. Bukan
dilarang. Beureueh tak minta merdeka, cuma minta kebebasan menjalankan
agamanya sesuai syariat Islam. Daud Beureueh pun menggulirkan ide
pembentukan Negara Islam Indonesia pada April 1953. Ide ini di Jawa
Barat telah diusung Kartosuwiryo pada 1949 melalui Darul Islam. Lima
bulan kemudian, Beureueh menyatakan bergabung dan mengakui NII
Kartosuwiryo.
Dari
sinilah lantas Beureueh melakukan gerilya. Rakyat Aceh, yang notabene
Islam, mendukung sepenuhnya ide NII itu. Tentara NII pun dibentuk,
bernama Tentara Islam Indonesia (TII). Lantas, terkenallah pemberontakan
DI/TII di sejumlah daerah. Beureueh lari ke hutan. Cuma, ada tragedi
di sini. Pada 1955 telah terjadi pembunuhan masal oleh TNI. Sekitar 64
warga Aceh tak berdosa dibariskan di lapangan lalu ditembaki. Aksi ini
mengecewakan tokoh Aceh yang pro-Soekarno. Melalui berbagai gejolak dan
perundingan, pada 1959, Aceh memperoleh status propinsi daerah
istimewa.
Dikhianati
Beureueh
merasa dikhianati Soekarno. Bung Karno tidak mengindahkan struktur
kepemimpinan adat dan tak menghargai peranan ulama dalam kehidupan
bernegara. Padahal, rakyat Aceh itu sangat besar kepercayaannya kepada
ulama. Gerilya dilakukan. Tetapi, Bung Karno mengerahkan tentaranya ke
Aceh. Tahun 1962, Beureueh dibujuk menantunya El Ibrahimy agar menuruti
Menhankam AH Nasution untuk menyerah. Beureueh menurut karena ada janji
akan dibuatkan UU Syariat Islam bagi rakyat Aceh (baru terwujud tahun
2001).
GAM
lahir di era Soeharto. Saat itu, sedang terjadi industrialisasi di
Aceh. Soeharto benar-benar mencampakkan adat dan segala penghormatan
rakyat Aceh. Efek judi melahirkan prostitusi, mabuk-mabukan, bar, dan
segala macam yang bertentangan dengan Islam dan adat rakyat Aceh.
Kekayaan alam Aceh dikuras melalui pembangunan industri yang dikuasai
orang asing melalui restu pusat. Sementara rakyat Aceh tetap miskin.
Pendidikan rendah, kondisi ekonomi sangat memprihatinkan.
Melihat
hal ini, Daud Beureueh dan tokoh tua Aceh yang sudah tenang kemudian
bergerilya kembali untuk mengembalikan kehormatan rakyat, adat Aceh dan
agama Islam. Pertemuan digagas tahun 1970-an. Mereka sepakat meneruskan
pembentukan Republik Islam Aceh, yakni sebuah negeri yang mulia dan
penuh ampunan Tuhan. Kini mereka sadar, tujuan itu tak bisa tercapai
tanpa senjata.
Lalu
diutuslah Zainal Abidin menemui Hasan Tiro yang sedang belajar di
Amerika. Pertemuan terjadi tahun 1972 dan disepakati Tiro akan mengirim
senjata ke Aceh. Zainal tak lain adalah kakak Tiro. Sayang, senjata tak
juga dikirim hingga Beureueh meninggal. Hasan Asleh, Jamil Amin,
Zainal Abidin, Hasan Tiro, Ilyas Leubee, dan masih banyak lagi
berkumpul di kaki Gunung Halimun, Pidie. Di sana, pada 24 Mei 1977,
para tokoh eks DI/TII dan tokoh muda Aceh mendirikan GAM.
Selama
empat hari bersidang, Daud Beureueh ditunjuk sebagai pemimpin
tertinggi. Sementara Hasan Tiro yang tak hadir dalam pendirian GAM itu
ditunjuk sebagai wali negara. GAM terdiri atas 15 menteri, empat pejabat
setingkat menteri dan enam gubernur. Mereka pun bergerilya memuliakan
rakyat Aceh, adat, dan agamanya yang diinjak-injak Soeharto. *
Heru B. Arifin
Miliki Pabrik Senjata dan Berlatih di Libia
Setelah
didirikan, GAM mendapat dukungan rakyat. Hubungan dengan dunia
internasional terus dibangun. Kekuatan bersenjata pun disusun. Berapa
anggota GAM, bagaimana kekuatannya, jaringan internasionalnya, dan
dananya?
------------------------------
MASIH
ingat deadline maklumat pemerintah 12 Mei lalu. Hingga batas waktu
ultimatum, pemerintah tak juga mengeluarkan keputusan sebagai tanda
awal operasi militer ke Aceh. Konon, saat itu pemerintah menghitung
kekuatan TNI di sana. Ada kekhawatiran, TNI bakal dilibas GAM melalui
perang gerilya.
Secara tidak langsung, kabar ini
menyiratkan ketangguhan kekuatan bersenjata GAM. Sesungguhnya jumlah
anggota GAM itu sebagian besar rakyat Aceh. Filosofinya begini. Jika
rakyat terus ditindas, maka seluruh rakyat itu akan bangkit melawan.
Dan, hal seperti inilah yang terjadi di bumi Serambi Mekah itu.
Perlawanan GAM mendapat simpati luar biasa dari rakyat Aceh. Rakyat
yang lama ternista dan teraniaya.
Sambil berkelakar,
Panglima Tertinggi GAM dan Wakil Wali Negara Aceh Tengku Abdullah
Syafei (alm) sempat mengatakan, bayi-bayi warga Aceh telah disediakan
senjata AK-47 oleh GAM. Mereka akan dididik dan dilatih sebagai tentara
GAM dan segera pergi berperang melawan TNI.
Sejatinya,
basis perjuangan GAM dilakukan dalam dua sisi, diplomatik dan
bersenjata. Jalur diplomasi langsung dipimpin Hasan Tiro dari Swedia.
Opini dunia dikendalikan dari sini. Sementara basis militer dikendalikan
dari markasnya di perbatasan Aceh Utara-Pidie. Seluruh kekuatan GAM
dioperasikan dari tempat ini. Termasuk, seluruh komando di sejumlah
wilayah di Aceh dan di beberapa negara seperti Malaysia, Pattani
(Thailand), Moro (Filipina), Afghanistan, dan Kazakhstan. Tetapi, kerap
GAM menipu TNI dengan cara mengubah-ubah tempat markas utamanya.
Di
seluruh Aceh, GAM membuka tujuh komando, yaitu komando wilayah Pase
Pantebahagia, Peurulak, Tamiang, Bateelik, Pidie, Aceh Darussalam, dan
Meureum. Masing-masing komando dibawahi panglima wilayah.
Sejak
berdiri tahun 1977, GAM dengan cepat melakukan pendidikan militer bagi
anggota-anggotanya. Setidaknya tahun 1980-an, ribuan anak muda dilatih
di camp militer di Libia. Saat itu, Presiden Libia Mohammar Khadafi
mengadakan pelatihan militer bagi gerakan separatis dan teroris di
seluruh dunia. Hasan Tiro berhasil memasukkan nama GAM sebagai salah
satu peserta pelatihan. Pemuda kader GAM juga berhasil masuk dalam
latihan di camp militer di Kandahar, Afghanistan pimpinan Osama bin
Laden.
Gelombang pertama masuk tahun 1986, selanjutnya
terus dilakukan hingga akhir 1990. Selama DOM, pengiriman tersendat.
Tetapi, angkatan 1995-1998 sudah mendapat latihan intensif. Ketika DOM
dicabut, prajurit dari Libia ini ditarik ke Aceh. Jumlahnya sekitar
5.000 personel dan dijadikan pasukan elite GAM (semacam Kopassus).
Jalur
ke Libia memang agak mudah. Dari Aceh, para pemuda Aceh itu dikirim
melalui Malaysia lalu menuju Libia. Jalur lainnya dari Aceh lalu ke
Thailand menuju Afghanistan dan melanjutkan ke Libia. Dari jalur ketiga,
yakni melalui Aceh menuju Filipina Selatan dan ke Libia. Tiga jalur
penting ini hampir selalu lolos dari jangkauan petugas imigrasi, polisi,
dan patroli TNI-AL.
Di era Syafei hingga sekarang
dipegang Muzakkir Manaf, personel GAM terdiri atas pasukan tempur,
intelijen, polisi, pasukan inong baleh (pasukan janda korban DOM) dan
karades (pasukan khusus) serta Lasykar Tjut Nyak Dien (tentara wanita).
Wakil
Panglima GAM Wilayah Pase Akhmad Kandang (alm) pernah mengklaim,
jumlah personel GAM 70 ribu. Anggota GAM 490 ribu. Jumlah itu termasuk
jumlah korban DOM 6.169 orang.
Sumber resmi Mabes TNI
cuma menyebut sekitar enam ribu orang. Mantan Menhan Machfud MD
menyebut 4.869 personel. Dari jumlah itu, 804 di antaranya dididik di
Libia dan 115 dilatih di Filipina -- Moro. Persediaan senjatanya
terdiri atas pistol, senapan, GLM, mortir, granat, pelontar granat,
pelontar roket, RPG, dan bom rakitan. Jenis senapan di antaranya AK-47,
M-16, FN, Colt, dan SS-1.
Dari mana persenjataan itu
diperoleh? Ada jalur internasional yang menyuplainya. Sejumlah negara
disebut antara lain, gerakan separatis Pattani Thailand, Malaysia,
gerakan Islam Moro Filipina, eks pejuang Kamboja, gerakan separatis
Sikh India, gerakan Elan Tamil, dan Kazhakstan serta Libia dan
Afghanistan. GAM juga membuat pabrik senjata. Di antaranya, di Kreung
Sabe, Teunom -- Aceh Barat -- dan di Lhokseumawe dan Nisau-Aceh Utara
serta di Aceh Timur. Jenis senjata yang diproduksi seperti bom,
amunisi, senjata laras panjang dan pendek, pabrik senjata ini bisa
dibongkar pasang sesuai dengan kondisi medan. Jika akan diserbu TNI,
pabrik senjata telah dipindahkan ke daerah lain. Para ahli senjata
disekolahkan ke Afghanistan dan Libia.
Senjata-senjata GAM juga berasal dari Jakarta dan Bandung.
Pasar
gelap senjata ini dilakukan oleh oknum TNI dan Polri yang haus
kekayaan. Bagi GAM, asal ada senjata, uang tidak masalah. Sebab,
faktanya GAM ternyata memiliki sumber dana yang sangat besar. Jumlah
pembelian ke oknum TNI/Polri ini bisa trilyunan rupiah. Sebuah
penggerebekan tahun 2000 oleh Polda Metro Jaya sempat menemukan kuitansi
Rp 3 milyar untuk pembelian senjata GAM di pasar gelap dari oknum TNI.
Kini,
senjata yang dimiliki TNI juga dimiliki GAM. Yang tak dimiliki GAM
adalah senjata berat. Sebab, sifatnya yang lamban. Prinsip GAM, senjata
itu harus memiliki mobilitas tinggi, mudah dibawa ke mana-mana. Sebab,
strategi perangnya yang hit and run. GAM bahkan mengaku memiliki
senjata yang lebih modern daripada TNI. Misalnya, senjata otomatis yang
dimiliki para karades. Senjata otomatis, berbentuk kecil mungil itu
bisa tahan berhari-hari dalam air. Anggota karades inilah yang biasa
menyusup ke kota-kota dan menyergap anggota TNI/Polri yang teledor.
Membeli
senjata tentu dengan uang melimpah. Sebab, harganya yang tak murah.
Lantas, dari mana mereka mendapatkan dana? GAM memiliki donatur tetap
dari pengusaha-pengusaha Aceh yang sukses di luar negeri. Di antaranya,
di Thailand, Malaysia, Singapura, Amerika, dan Eropa. Dana juga
didapatkan dari sumbangan wajib yang diambil dari perusahaan-perusahaan
lokal dan multinasional di Aceh.
Sebagai gambaran, tahun
2000 lalu, GAM meminta sumbangan wajib kepada seorang pengusaha lokal
bernama Tengku Abu Bakar sebesar Rp 100 juta. Abu Bakar diberi surat
berkop Neugara Atjeh-Sumatera tertanggal 15 Februari 2000 yang
ditandatangani oleh Panglima GAM Wilayah Aceh Rajek Tengku Tarzura.
Mantan
Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah menyebut Pupuk Iskandar
Muda pernah menyetor Rp 10 milyar ke GAM untuk biaya keamanan. GAM
kerap melakukan gangguan bila tidak mendapatkan sumbangan wajib
tersebut. Makanya, setiap bulan, GAM mendapat upeti dari para pengusaha
''sahabat GAM'' itu.
Sistem komunikasi GAM juga sangat
canggih. Sistem komunikasi berlapis dilakukan GAM sebagai benteng
pertahanan dan propaganda. Selain handytalky, GAM juga memiliki radio
tranking, radar dan telepon satelit. GAM juga memiliki penyadap
telepon. Acap kali gerakan TNI/Polri dimentahkan aksi-aksi penyadapan
ini. Penggerebekan sering kali gagal total.
Sistem
organisasinya yang disusun dengan sistem sel juga membantu GAM survive.
Tidak mudah menemukan markas GAM. Meski, ada sebagian anggota GAM yang
ditangkap. Antara anggota dan pejabat satu dengan yang lain kadang
tidak berhubungan, tidak saling mengenal.
Ketua Umum
Forum Perjuangan dan Keadilan Rakyat Aceh (FOPKRA) Shalahuddin Al Fatah
menuturkan, sejak zaman Belanda, rakyat Aceh memang tidak pernah
menang. Tetapi, rakyat Aceh tidak pernah ditaklukkan. Fakta sejarah
pula, gerakan rakyat Aceh menentang pusat tidak pernah menang. Tetapi,
TNI tidak pernah bisa menaklukkan mereka.
- - - - - - - - - - - - - - -
kalau
boleh jujur gw salute banget sama organisasi2 yang GAM pimpin...
sebegitu rapinya, hingga tidak dipungkiri TNI AL kewalahan dalam
menghadapi aksi mereka...
Dari kutipan diatas ada 1 hal
yang berhasil gw ambil dan bagi gw hal itu merupakan hal yang sangat
penting dalam kehidupan kita. "Jangan mengucapkan kata kata atau sebuah
janji, bila kita sendiri masih meragukan untuk menepati janji
tersebut..."
Sumber Kutipan : http://putraaceh.multiply.com