Krueng Aceh merupakan
salah satu sungai yang terletak di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Sungai ini berhulu di Cot Seukek Kabupaten Aceh Besar dan bermuara di
desa Lampulo Kota Banda Aceh.
Krueng Aceh mempunyai panjang lebih kurang 145 km dan beberapa anak sungai bermuara ke badan sungai tersebut, antara lain Krueng Seulimum, Krueng Jrue, Krueng Keumireun, Krueng Inong, Krueng Leungpaga dan Krueng Daroy.
Krueng Aceh mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang aktivitas masyarakat kota Banda Aceh, diantaranya digunakan sebagai sarana air minum (PDAM), sarana transportasi air dan irigasi. Selain itu juga dipergunakaa sebagai sandaran kapal-kapal nelayan yang berada di sekitar badan sungai. Sedangkan aktivitas umum yang dipergunakan oleh masyarakat kota Banda Aceh antara lain seperti pencucian mobil, pakaian, dan boat-boat nelayan.
Krueng Aceh di masa lalu'
Keberadaan Krueng Aceh pada zaman Kesultanan Aceh Darussalam, memiliki nilai yang sangat strategis dalam menumbuh-kembangkan kota ‘Bandar Aceh’---sebagai ibukota Kesultanan Aceh Darussalam yang kosmopolit.
Pasca pemindahan istana Kesultanan Aceh Darussalam dari Gampong Pande ke Darud-Duniya (tempat berdirinya Meuligo Aceh) sekarang, oleh Sultan Alaidin Mahmudsyah (1267-1309 Masehi). Situasi ibukota Kesultanan Aceh Darussalam, ketika itu sangat ramai oleh lalu-lalang kapal-kapal berukuran besar yang masuk hilir mudik membawa barang-barang perdagangan ke tengah wilayah kota. Bahkan kapal-kapal besar dari mancanegara itu, bisa masuk langsung melalui jalur Krueng Aceh hingga menembus wilayah jantung kota. Hal ini dimungkinkan, karena pada saat itu jalur Krueng Aceh merupakan jalur bebas hambatan untuk masuknya kapal-kapal perdagangan dan kapal penumpang. Sebab, tak ada tiang-tiang jembatan Peunayong dan Pante Pirak yang berdiri di tengah sungai pada saat itu.
Fungsi Krueng Aceh pada saat itu, sekilas hampir menyerupai fungsi dari Sungai Rhein---sungai terpanjang di Eropa. Seperti kita ketahui, hingga kini aktivitas kapal-kapal dagang berukuran besar yang melintasi sungai Rhein sangat padat dan ramai Setiap hari berton-ton barang dan ribuan penumpang diangkut dari satu kota ke kota lainnya di Jerman. Kota Koln dan Bonn di Jerman, termasuk kota yang ditunjang perekonomiannya oleh ‘jasa baik’ aliran Rhein. Kemudian kemajuan ‘pemanfaatan jasa sungai’ yang serupa dengan Koln--- juga berlangsung di sejumlah kota lainnya--- di luar Jerman.
Pada umumnya, sejumlah kota besar di Eropa yang berada di pinggiran Rhein, menggunakan jasa aliran air Rhein untuk menunjang kelancaran transportasi kapal-kapal dagang dan kapal fery. Para turis yang berkunjung ke Jerman, biasanya saling berebut kesempatan untuk menatap pesona kemajuan arsitektur kota-kota di Jerman yang terpancar indah di sepanjang aliran Rhein. Sebagai informasi tambahan, aliran air sungai Rhein itu mengalir dari wilayah pegunungan Swiss, menuju Austria, Jerman, Perancis, Belanda, hingga ke sejumlah negara maju lainnya di Eropa. Dan akhirnya sungai Rhein bermuara ke Laut Utara.
Di sekitar jalur pinggiran sungai Rhein, banyak ditumbuhi oleh sejumlah kebun anggur. Suasananya sangat tertata rapi dan cantik. Banyak pula warga kota ataupun para turis yang memanfaatkan sungai Rhein, sebagai tempat untuk berwisata bersama keluarga, sambil menikmati sejumlah makanan yang tersaji di atas ‘restoran kapal’. Biasanya para turis suka menikmati makanan khas Eropa, seperti roti hamburger, pizza hut, donat, sambil mereguk beberapa minuman khas Amerika Serikat, seperti Coca Cola, Pepsi atau sejumlah minuman bercita rasa buah-buahan segar lainnya. Meskipun lalu-lintas kapalnya sangat padat, namun pergerakan kapal yang lalu-lalang di atas ‘jalur krueng Rhein’ itu tetap berlangsung dengan lancar dan tertib.
Kondisi ini hampir menyerupai pula dengan fungsi Krueng Aceh dulu. Pada masa Sultan Iskandar Muda, Krueng Aceh sangat ramai disinggahi dan dilalui oleh kapal-kapal besar yang mengangkut barang dan penumpang. Dan juga sangat ramai dikunjungi oleh kapal-kapal dari mancanegara, yang mengangkut sejumlah orang untuk berdagang ke Bandar Aceh Darussalam.
Berdasarakan silsilah sejarah, pada masa Kesultanan Aceh Darussalam, panorama di pinggiran sungai Krueng Aceh dan Krueng Daroy dulu, banyak ditumbuhi oleh aneka pepohonan yang berbuah manis dan segar, serta dengan berbagai jenis rasa buah-buahan lainnya. Dan di sekitar Krueng Aceh dan Krueng Daroy, juga banyak ditumbuhi oleh aneka bunga yang mekar mewangi memenuhi Taman Bustanussalatin.
Terlebih dari itu, menurut Dr.Kamal A.Arif, “Pada zaman kesultanan Aceh Darussalam tempo doeloe, air sungai Krueng Aceh dipercayai memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Mohon maklum saja, karena pada masa lalu, sungai ini memiliki air yang bersih dan sehat. Orang-orang yang memiliki berbagai macam penyakit datang dari berbagai daerah untuk mandi di sungai tersebut. Francois Martin pada tahun 1602, menduga bahwa air sungai yang bersih ini memperoleh khasiat untuk menyembuhkan penyakit, karena adanya tanaman obat-obatan seperti kamper, dan pohon benzoat yang ditanam di hulu sungai.”
Para pedagang dari Arab, Turki, Kerajaan Mughal, dan dari berbagai tempat lain di seluruh India, setelah merasakan dan meminum air tersebut, mengatakan bahwa dari semua negara yang telah mereka kunjungi, tidak ada sungai yang seperti sungai di Krueng Aceh Darussalam, yang manis rasanya. Dan dapat menjadi obat bagi setiap manusia yang ikut minum dan mandi di dalam Krueng Aceh. Kondisi tersebut, juga berlaku sama bagi yang mandi dan minum di Darul-‘Isyki (Krueng Daroy), pada masa Kesultanan Aceh Darussalam dulu.
Sultan Iskandar Muda, yang sengaja membelokkan aliran air Krueng Daroy ke dalam istana. Sebagai Sultan Kerajaan Aceh Darussalam yang termasyhur dan teguh memegang adat, Sultan Iskandar Muda sangat memperhatikan sistem pelestarian lingkungan hidup. Dia melarang orang menebang pohon. Lalu Sultan, selalu menjaga kebersihan dan kejernihan sungai Krueng Daroy dan Krueng Aceh. Sehingga kedua sungai itu sangat higienis untuk tempat mandi, bahkan juga bisa menjadi obat penyembuh luka-luka pada bagian kulit. Atau dapat pula menyembuhkan berbagai jenis penyakit yang menahun lainnya, melalui proses penyegaran natural (alamiah) yang muncul dari air Krueng Aceh.
Dari segi higienis, Krueng Daroy dan Krueng Aceh pada masa lalu, jauh lebih jernih dari sungai Rhein. Kondisi Krueng Aceh dan Krueng Daroy, dapat lebih terjaga kedamaian dan kenyamanannya kala itu,karena semua aliran sungainya berada di bawah kedaulatan Sultan Iskandar Muda. Berbeda, dengan posisi sungai Rhein yang melintasi sejumlah negara di Eropa, dimana pada masa lalu sering menjadi wilayah perebutan kekuasaan antara berbagai negara di Eropa. Sejak masa kekaisaran Romawi.
Sumber : http://acehpedia.org/ Krueng_Aceh
Krueng Aceh mempunyai panjang lebih kurang 145 km dan beberapa anak sungai bermuara ke badan sungai tersebut, antara lain Krueng Seulimum, Krueng Jrue, Krueng Keumireun, Krueng Inong, Krueng Leungpaga dan Krueng Daroy.
Krueng Aceh mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang aktivitas masyarakat kota Banda Aceh, diantaranya digunakan sebagai sarana air minum (PDAM), sarana transportasi air dan irigasi. Selain itu juga dipergunakaa sebagai sandaran kapal-kapal nelayan yang berada di sekitar badan sungai. Sedangkan aktivitas umum yang dipergunakan oleh masyarakat kota Banda Aceh antara lain seperti pencucian mobil, pakaian, dan boat-boat nelayan.
Krueng Aceh di masa lalu'
Keberadaan Krueng Aceh pada zaman Kesultanan Aceh Darussalam, memiliki nilai yang sangat strategis dalam menumbuh-kembangkan kota ‘Bandar Aceh’---sebagai ibukota Kesultanan Aceh Darussalam yang kosmopolit.
Pasca pemindahan istana Kesultanan Aceh Darussalam dari Gampong Pande ke Darud-Duniya (tempat berdirinya Meuligo Aceh) sekarang, oleh Sultan Alaidin Mahmudsyah (1267-1309 Masehi). Situasi ibukota Kesultanan Aceh Darussalam, ketika itu sangat ramai oleh lalu-lalang kapal-kapal berukuran besar yang masuk hilir mudik membawa barang-barang perdagangan ke tengah wilayah kota. Bahkan kapal-kapal besar dari mancanegara itu, bisa masuk langsung melalui jalur Krueng Aceh hingga menembus wilayah jantung kota. Hal ini dimungkinkan, karena pada saat itu jalur Krueng Aceh merupakan jalur bebas hambatan untuk masuknya kapal-kapal perdagangan dan kapal penumpang. Sebab, tak ada tiang-tiang jembatan Peunayong dan Pante Pirak yang berdiri di tengah sungai pada saat itu.
Fungsi Krueng Aceh pada saat itu, sekilas hampir menyerupai fungsi dari Sungai Rhein---sungai terpanjang di Eropa. Seperti kita ketahui, hingga kini aktivitas kapal-kapal dagang berukuran besar yang melintasi sungai Rhein sangat padat dan ramai Setiap hari berton-ton barang dan ribuan penumpang diangkut dari satu kota ke kota lainnya di Jerman. Kota Koln dan Bonn di Jerman, termasuk kota yang ditunjang perekonomiannya oleh ‘jasa baik’ aliran Rhein. Kemudian kemajuan ‘pemanfaatan jasa sungai’ yang serupa dengan Koln--- juga berlangsung di sejumlah kota lainnya--- di luar Jerman.
Pada umumnya, sejumlah kota besar di Eropa yang berada di pinggiran Rhein, menggunakan jasa aliran air Rhein untuk menunjang kelancaran transportasi kapal-kapal dagang dan kapal fery. Para turis yang berkunjung ke Jerman, biasanya saling berebut kesempatan untuk menatap pesona kemajuan arsitektur kota-kota di Jerman yang terpancar indah di sepanjang aliran Rhein. Sebagai informasi tambahan, aliran air sungai Rhein itu mengalir dari wilayah pegunungan Swiss, menuju Austria, Jerman, Perancis, Belanda, hingga ke sejumlah negara maju lainnya di Eropa. Dan akhirnya sungai Rhein bermuara ke Laut Utara.
Di sekitar jalur pinggiran sungai Rhein, banyak ditumbuhi oleh sejumlah kebun anggur. Suasananya sangat tertata rapi dan cantik. Banyak pula warga kota ataupun para turis yang memanfaatkan sungai Rhein, sebagai tempat untuk berwisata bersama keluarga, sambil menikmati sejumlah makanan yang tersaji di atas ‘restoran kapal’. Biasanya para turis suka menikmati makanan khas Eropa, seperti roti hamburger, pizza hut, donat, sambil mereguk beberapa minuman khas Amerika Serikat, seperti Coca Cola, Pepsi atau sejumlah minuman bercita rasa buah-buahan segar lainnya. Meskipun lalu-lintas kapalnya sangat padat, namun pergerakan kapal yang lalu-lalang di atas ‘jalur krueng Rhein’ itu tetap berlangsung dengan lancar dan tertib.
Kondisi ini hampir menyerupai pula dengan fungsi Krueng Aceh dulu. Pada masa Sultan Iskandar Muda, Krueng Aceh sangat ramai disinggahi dan dilalui oleh kapal-kapal besar yang mengangkut barang dan penumpang. Dan juga sangat ramai dikunjungi oleh kapal-kapal dari mancanegara, yang mengangkut sejumlah orang untuk berdagang ke Bandar Aceh Darussalam.
Berdasarakan silsilah sejarah, pada masa Kesultanan Aceh Darussalam, panorama di pinggiran sungai Krueng Aceh dan Krueng Daroy dulu, banyak ditumbuhi oleh aneka pepohonan yang berbuah manis dan segar, serta dengan berbagai jenis rasa buah-buahan lainnya. Dan di sekitar Krueng Aceh dan Krueng Daroy, juga banyak ditumbuhi oleh aneka bunga yang mekar mewangi memenuhi Taman Bustanussalatin.
Terlebih dari itu, menurut Dr.Kamal A.Arif, “Pada zaman kesultanan Aceh Darussalam tempo doeloe, air sungai Krueng Aceh dipercayai memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Mohon maklum saja, karena pada masa lalu, sungai ini memiliki air yang bersih dan sehat. Orang-orang yang memiliki berbagai macam penyakit datang dari berbagai daerah untuk mandi di sungai tersebut. Francois Martin pada tahun 1602, menduga bahwa air sungai yang bersih ini memperoleh khasiat untuk menyembuhkan penyakit, karena adanya tanaman obat-obatan seperti kamper, dan pohon benzoat yang ditanam di hulu sungai.”
Para pedagang dari Arab, Turki, Kerajaan Mughal, dan dari berbagai tempat lain di seluruh India, setelah merasakan dan meminum air tersebut, mengatakan bahwa dari semua negara yang telah mereka kunjungi, tidak ada sungai yang seperti sungai di Krueng Aceh Darussalam, yang manis rasanya. Dan dapat menjadi obat bagi setiap manusia yang ikut minum dan mandi di dalam Krueng Aceh. Kondisi tersebut, juga berlaku sama bagi yang mandi dan minum di Darul-‘Isyki (Krueng Daroy), pada masa Kesultanan Aceh Darussalam dulu.
Sultan Iskandar Muda, yang sengaja membelokkan aliran air Krueng Daroy ke dalam istana. Sebagai Sultan Kerajaan Aceh Darussalam yang termasyhur dan teguh memegang adat, Sultan Iskandar Muda sangat memperhatikan sistem pelestarian lingkungan hidup. Dia melarang orang menebang pohon. Lalu Sultan, selalu menjaga kebersihan dan kejernihan sungai Krueng Daroy dan Krueng Aceh. Sehingga kedua sungai itu sangat higienis untuk tempat mandi, bahkan juga bisa menjadi obat penyembuh luka-luka pada bagian kulit. Atau dapat pula menyembuhkan berbagai jenis penyakit yang menahun lainnya, melalui proses penyegaran natural (alamiah) yang muncul dari air Krueng Aceh.
Dari segi higienis, Krueng Daroy dan Krueng Aceh pada masa lalu, jauh lebih jernih dari sungai Rhein. Kondisi Krueng Aceh dan Krueng Daroy, dapat lebih terjaga kedamaian dan kenyamanannya kala itu,karena semua aliran sungainya berada di bawah kedaulatan Sultan Iskandar Muda. Berbeda, dengan posisi sungai Rhein yang melintasi sejumlah negara di Eropa, dimana pada masa lalu sering menjadi wilayah perebutan kekuasaan antara berbagai negara di Eropa. Sejak masa kekaisaran Romawi.
Sumber : http://acehpedia.org/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar