Adat dan budaya Aceh
yang kental dengan nuansa Islam, masih dipengaruhi oleh tradisi Hindu.
Hal ini disebabkan, sebelum Islam masuk, Hindu telah berkembang di
Aceh. Setelah Islam masuk, unsur-unsur Hindu dihilangkan, namun
tradisinya masih ada yang dipertahankan sampai sekarang.
Asimilasi budaya Aceh, pernah disinggung oleh Teuku Mansoer Leupeung, Uleebalang yang dikenal sebagai pujangga. Dalam hikayat Sanggamara, tokoh yang hidup seangkatan dengan Teuku Panglima Pole mini mengisahkan.
Tradisi-tradisi Hindu yang telah diislamkan tersebut masih ada sampai sekarang, seperti pada acara khanduri laoet ( kenduri laut ) yang dilakukan oleh para nelayan. Dulu pada acara kenduri laut ini, darah kerbau itu ditampung, asoe dalam (organ dalam) kerbau tersebut beserta kepala, dibungkus kembali dengan kulitnya dan kemudian dihanyutkan ke tengah laut sebagai persembahan kepada penghuni laut.
Acara kenduri laut ini masih bertahan sampai sekarang, tetapi seiring dengan masuknya Islam, pemberi sesajen untuk penghuni laut dihilangkan, upacara pembuatan sesajennya diganti dengan kenduri dan doa bersama. Daging sapi atau kerbau yang disembelih tersebut dimakan bersama anak yatim dan fakir miskin agar hajatan yang dilakukan tersebut mendapat berkah.
Pemotongan ayam putih dan ayam hitam pada daka (pintu air) tambak oleh petani tambak sebelum panen juga merupakan sisa-sisa tradisi Hindu yang masih dilakukan sampai sekarang oleh petani tambak tradisionil. Paha, hati dan dada ayam tersebut baik yang dimasak, dipanggang dan digoreng, bersama dengan masakan lainnya dibungkus dengan daun pisang terpisah-pisah kemudian disatukan dalam pelepah pinang yang dibentuk seperti sampan untuk dipasang pada pohon atau batang kayu ditengah tambak. Ini juga merupakan sisa-sisa tradisi Hindu. Kini acara ini mulai diganti dengan makan dan berdoa bersama anak yatim sebelum tambak panen.
Selain itu peusijuek (tepung tawar) barang-barang berharga yang baru dibeli seperti kereta dan mobil, dengan menggunakan berbagai jenis rumput. Dengan akar rumput tersebut yang telah diikat, air dipercikkan ke barang yang ditepung tawarkan.. Acara peusoen atau peusijeuk orang yang baru sembuh dari sakit atau pulang dari bepergian jauh juga merupakan sisa-sisa tradisi Hindu.
Begitu juga acara belah kelapa pada saat peutreun aneuk miet ( membawa keluar rumah bayi pertama kali ) juag merupakan tradisi-tradisi Hindu yang masih ada sampai sekarang dalam kehidupan masyarakat Aceh. Dalam berpakaian, tusuk konde pada sanggul wanita juga merupakan tata cara berpakaian Hindu yang membudaya dalam masyarakat Aceh sampai sekarang.
Malah ada yang lebih kental lagi dan dilarang dalam Islam, seperti pemujaan terhadap pohon-pohon besar dengan cara menggantungkan bunga-bungaan yang diikat dengan berbagai benang pada cabang pohon oleh para pemuja sihir, itu juga merupakan budaya Hindu.
Bekas-bekas kerajaan masih dapat kita temukan walau sudah tertimbun, seperti di kawasan Paya Seutui, kecamatan Ulim (perbatasan Ulim dengan Meurah Dua), reruntuhan di Ladong.
Mesjid Indrapuri dibangun diatas reruntuhan candi. Pada tahun 1830, Haji Muhammad, yang lebih dikenal sebagai Tuanku Tambusi juga meruntuhkan candi-candi dan batunya kemudian dimanfaatkan untuk membangun mesjid dan benteng-benteng.
Sumber : http://acehpedia.org/ Pengaruh_Hindu_di_Aceh
Asimilasi budaya Aceh, pernah disinggung oleh Teuku Mansoer Leupeung, Uleebalang yang dikenal sebagai pujangga. Dalam hikayat Sanggamara, tokoh yang hidup seangkatan dengan Teuku Panglima Pole mini mengisahkan.
Adat Aceh bak riwayatWalau Islam telah kuat, sebahagian tradisi dan cara hidup Hindu ada yang terus melekat pada masyarakat Aceh. Bahkan tradisi yang bersifat positif terus dipertahankan, seperti tradisi hidup bergotong royong dan berbagai tradisi lainnya yang kemudian unsur hidupnya diganti secara bertahap dengan syariat Islam.
Bacut sapat dudoe teuka
Peutama phon dalam kitab
Bangsa Arab nyang peuteuka
Nyang keudua bak Meulayu
Nibak Hindu dengan Jawa
Nibak Cina na sigeuteu
Adat badu ngon Manila
Bangsa Jawa ngon Meulayu
Le that teungku keunan teuka
Hingga rame nanggroe makmu
Meurah breuh bu meuhai lada
Bak peukayan dum ban laku
Ureung Hindu nyang peuteuka
Cuba tilek tingkah laku
Bajei Badu ladom pih na
Susoen bahsa Ara Meulayu
Barat timu bacut biza
Bahsa Arab na sigeuteu
Jampu bawu laen pih na
Tradisi-tradisi Hindu yang telah diislamkan tersebut masih ada sampai sekarang, seperti pada acara khanduri laoet ( kenduri laut ) yang dilakukan oleh para nelayan. Dulu pada acara kenduri laut ini, darah kerbau itu ditampung, asoe dalam (organ dalam) kerbau tersebut beserta kepala, dibungkus kembali dengan kulitnya dan kemudian dihanyutkan ke tengah laut sebagai persembahan kepada penghuni laut.
Acara kenduri laut ini masih bertahan sampai sekarang, tetapi seiring dengan masuknya Islam, pemberi sesajen untuk penghuni laut dihilangkan, upacara pembuatan sesajennya diganti dengan kenduri dan doa bersama. Daging sapi atau kerbau yang disembelih tersebut dimakan bersama anak yatim dan fakir miskin agar hajatan yang dilakukan tersebut mendapat berkah.
Pemotongan ayam putih dan ayam hitam pada daka (pintu air) tambak oleh petani tambak sebelum panen juga merupakan sisa-sisa tradisi Hindu yang masih dilakukan sampai sekarang oleh petani tambak tradisionil. Paha, hati dan dada ayam tersebut baik yang dimasak, dipanggang dan digoreng, bersama dengan masakan lainnya dibungkus dengan daun pisang terpisah-pisah kemudian disatukan dalam pelepah pinang yang dibentuk seperti sampan untuk dipasang pada pohon atau batang kayu ditengah tambak. Ini juga merupakan sisa-sisa tradisi Hindu. Kini acara ini mulai diganti dengan makan dan berdoa bersama anak yatim sebelum tambak panen.
Selain itu peusijuek (tepung tawar) barang-barang berharga yang baru dibeli seperti kereta dan mobil, dengan menggunakan berbagai jenis rumput. Dengan akar rumput tersebut yang telah diikat, air dipercikkan ke barang yang ditepung tawarkan.. Acara peusoen atau peusijeuk orang yang baru sembuh dari sakit atau pulang dari bepergian jauh juga merupakan sisa-sisa tradisi Hindu.
Begitu juga acara belah kelapa pada saat peutreun aneuk miet ( membawa keluar rumah bayi pertama kali ) juag merupakan tradisi-tradisi Hindu yang masih ada sampai sekarang dalam kehidupan masyarakat Aceh. Dalam berpakaian, tusuk konde pada sanggul wanita juga merupakan tata cara berpakaian Hindu yang membudaya dalam masyarakat Aceh sampai sekarang.
Malah ada yang lebih kental lagi dan dilarang dalam Islam, seperti pemujaan terhadap pohon-pohon besar dengan cara menggantungkan bunga-bungaan yang diikat dengan berbagai benang pada cabang pohon oleh para pemuja sihir, itu juga merupakan budaya Hindu.
Bekas-bekas kerajaan masih dapat kita temukan walau sudah tertimbun, seperti di kawasan Paya Seutui, kecamatan Ulim (perbatasan Ulim dengan Meurah Dua), reruntuhan di Ladong.
Mesjid Indrapuri dibangun diatas reruntuhan candi. Pada tahun 1830, Haji Muhammad, yang lebih dikenal sebagai Tuanku Tambusi juga meruntuhkan candi-candi dan batunya kemudian dimanfaatkan untuk membangun mesjid dan benteng-benteng.
Sumber : http://acehpedia.org/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar